Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) menyelenggarakan acara “Ngaji Budaya Haflah Mawlid al-Rasul” di Auditorium UIN Walisongo, Semarang, Jawa Tengah. Acara ini berhasil menarik perhatian lebih dari seribu peserta, yang terdiri dari mahasiswa UIN Walisongo, mahasiswa UIN Yogyakarta, serta masyarakat umum. Kemeriahan acara semakin terasa dengan penampilan musik dari band Letto dan lantunan syahdu dari Gamelan Kiai Kanjeng, menciptakan suasana yang harmonis antara seni dan nilai-nilai keagamaan.
Ngaji Budaya UIN Walisongo: Ajak Pemuda Cintai Seni dan Agama
Acara “Ngaji Budaya” ini dirancang sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menanamkan kecintaan terhadap seni dan budaya di kalangan generasi muda, tanpa mengabaikan esensi ajaran agama. Direktur Jenderal Bimas Islam, Abu Rokhmad, menekankan pentingnya keseimbangan ini. Ia menjelaskan bahwa anak-anak muda saat ini sangat dinamis, memiliki kemampuan menyerap informasi yang cepat, dan membutuhkan asupan konten yang tidak hanya menghibur tetapi juga edukatif. Budaya dipandang sebagai fondasi utama kebangsaan, sementara ajaran agama menjadi pegangan hidup yang krusial. Melalui kegiatan seperti ini, Kemenag berupaya memastikan bahwa kemajuan dan dinamisme generasi muda tetap berakar kuat pada identitas bangsa dan nilai-nilai luhur.
Mengintegrasikan Agama dan Budaya untuk Generasi Muda
Baca juga
Abu Rokhmad lebih lanjut menguraikan bahwa pendidikan yang berlandaskan pada kebudayaan memiliki keterkaitan yang erat dengan pembentukan jati diri bangsa. Ia mendorong para pemuda untuk senantiasa bersikap terbuka terhadap berbagai informasi global yang terus mengalir, namun mengingatkan agar mereka tidak lupa pada akar tradisi dan spiritualitas yang dimiliki. “Generasi muda boleh saja bersikap progresif dan mengikuti perkembangan zaman, namun yang terpenting adalah jangan sampai mereka kehilangan jati diri atau akar budaya mereka. Dalam istilah Jawa, jangan sampai menjadi ‘wes ora njowo’ atau lupa akan budaya leluhur,” tegasnya. Pendekatan ini penting untuk memastikan bahwa identitas bangsa tetap terjaga di tengah arus globalisasi.
Peran Seni sebagai Media Dakwah Kontekstual
Plt. Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, turut menegaskan bahwa agama dan kebudayaan memiliki hubungan yang saling melengkapi, terutama dalam konteks penyebaran ajaran agama atau dakwah. “Relasi antara agama dan kebudayaan sejatinya tidak dapat dipisahkan. Seni, misalnya, dapat berperan sebagai instrumen yang membuat nilai-nilai agama menjadi lebih mudah diterima oleh masyarakat, sehingga dakwah terasa tidak kering atau monoton,” jelasnya. Zayadi juga menekankan bahwa “Ngaji Budaya” merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari tradisi dakwah yang telah dipelopori oleh Walisongo. Para wali tersebut dikenal cerdas memanfaatkan seni dan budaya lokal sebagai media penyebaran Islam yang santun, damai, dan sangat kontekstual dengan masyarakat pada zamannya.
Baca juga
Menjaga Akar Budaya Lewat Keterlibatan Pemuda
Kasubdit Seni Budaya dan Siaran Keagamaan Islam, Wida Sukmawati, menambahkan urgensi keterlibatan aktif generasi muda dalam upaya pelestarian budaya. Ia mengingatkan bahwa tanpa adanya pengenalan dan partisipasi aktif, generasi muda berisiko kehilangan koneksi dengan akar budaya mereka sendiri, yang dapat berujung pada fenomena “loss budaya” atau hilangnya warisan budaya. Kehadiran peserta dari berbagai latar belakang, seperti mahasiswa dari berbagai universitas Islam ternama dan masyarakat umum, menunjukkan bahwa “Ngaji Budaya” telah berhasil menjadi sebuah ruang inklusif. Acara ini secara efektif menghubungkan dan menyelaraskan nilai-nilai agama, keindahan seni, serta dinamika kehidupan sosial masyarakat. Kementerian Agama berharap kegiatan semacam ini tidak hanya memperkuat sisi spiritualitas individu, tetapi juga secara nyata menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap kekayaan budaya bangsa.
- Acara “Ngaji Budaya Haflah Mawlid al-Rasul” diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag.
- Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 1.000 peserta.
- Tampil memeriahkan acara: band Letto dan Gamelan Kiai Kanjeng.
- Tujuan utama: mengajak generasi muda mencintai seni dan budaya tanpa meninggalkan nilai agama.
- Budaya dianggap sebagai fondasi bangsa, agama sebagai pegangan hidup.
- Pentingnya generasi muda bersikap progresif namun tetap berakar pada tradisi dan spiritualitas.
- Seni merupakan instrumen penting dalam dakwah agar tidak terasa kering.
- “Ngaji Budaya” adalah aktualisasi tradisi dakwah Walisongo.
- Pentingnya keterlibatan pemuda dalam pelestarian budaya untuk mencegah “loss budaya”.
Baca juga
* Acara menjadi ruang inklusif yang menghubungkan agama, seni, dan kehidupan sosial.