Dalam ajaran Islam, bekerja bukan sekadar kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup, melainkan sebuah ibadah mulia. Mencari nafkah yang halal adalah bagian dari sunnatullah, hukum alam yang ditetapkan Allah SWT. Hal ini ditekankan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, di mana orang yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya disamakan dengan seorang mujahid di jalan Allah. Pengakuan dan penghargaan tinggi terhadap usaha mencari rezeki ini menunjukkan betapa Islam memuliakan setiap individu yang bekerja keras.
3 Profesi Terbaik Menurut Rasulullah: Ternyata Ini Daftarnya
Lantas, profesi apa yang dianggap terbaik menurut pandangan Rasulullah SAW? Berdasarkan penjelasan dari Kitab Hasyiyah Al-Bujairimi ‘alaa Al-Khatib, terdapat tiga jenis pekerjaan utama yang sangat dianjurkan: Ziroo’ah (pertanian), Shinaa’ah (industri/kerajinan), dan Tijaaroh (perdagangan). Ketiga profesi ini memiliki kedudukan istimewa karena peran vitalnya dalam menopang kehidupan manusia dan kemaslahatan umat. Namun, keutamaan ini sangat bergantung pada kejujuran dan integritas pelakunya. Kualitas pekerjaan yang dianjurkan adalah yang bebas dari unsur kecurangan, penipuan, dan sumpah palsu. Hal ini mencerminkan nilai-nilai etika bisnis dan profesionalisme yang ditekankan dalam Islam. Dengan menjalankan pekerjaan secara profesional dan bertanggung jawab, seorang Muslim tidak hanya memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa setiap usaha yang halal adalah bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta.
Tiga Profesi Utama Pilihan Rasulullah
Baca juga
Menurut sumber Hasyiyah Al-Bujairimi ‘alaa Al-Khatib, Rasulullah SAW mengidentifikasi tiga jenis pekerjaan sebagai yang terbaik. Ketiga profesi ini memiliki nilai strategis dan fundamental dalam kehidupan masyarakat. Pertama adalah Ziroo’ah (الزِّرَاعَةُ), yang mencakup kegiatan bertani, berkebun, dan usaha terkait pengolahan tanah untuk menghasilkan pangan. Profesi ini menjadi tulang punggung peradaban karena memastikan ketersediaan makanan bagi seluruh umat manusia. Ketergantungan manusia pada hasil bumi menjadikan para petani dan pekebun sebagai pilar utama dalam menjaga kelangsungan hidup.
Kedua adalah Shinaa’ah (الصِّنَاعَةُ). Kategori ini merujuk pada berbagai macam pekerjaan yang mengandalkan keterampilan tangan dan keahlian khusus. Ini meliputi tukang kayu, pandai besi, pengrajin, penjahit, penulis, hingga tukang sol sepatu. Semua profesi yang melibatkan produksi barang atau jasa melalui keahlian langsung masuk dalam kategori ini. Keterampilan ini memungkinkan manusia untuk menciptakan berbagai alat dan kebutuhan yang mempermudah hidup serta meningkatkan kualitas peradaban. Tanpa para pekerja seni dan keterampilan, banyak kebutuhan pokok dan barang-barang pendukung tidak akan tersedia.
Ketiga adalah Tijaaroh (التِّجَارَةُ), yaitu kegiatan berdagang atau berniaga. Perdagangan berperan penting dalam mendistribusikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Ia menciptakan rantai pasokan yang efisien dan memungkinkan pertukaran produk antarwilayah, sehingga memperkaya pilihan dan memenuhi kebutuhan yang beragam. Aktivitas ini juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Baca juga
Ketiga jenis pekerjaan ini sangatlah utama dan menjadi pilihan terbaik, asalkan dilakukan dengan menjunjung tinggi kejujuran, tidak ada unsur kecurangan (ghisy), tidak melakukan penipuan (khianah), dan menghindari sumpah palsu (aimanul fujirah). Integritas dalam bekerja adalah kunci keutamaan.
Profesi sebagai Fardhu Kifayah dan Rahmat Umat
Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin menguraikan lebih lanjut mengenai esensi pekerjaan, khususnya bagi para pekerja seni (tukang) dan pedagang. Beliau menekankan bahwa profesi mereka seharusnya diniatkan sebagai pelaksanaan fardhu kifayah. Fardhu kifayah adalah kewajiban kolektif bagi umat Islam; jika sebagian telah melaksanakannya, gugurlah kewajiban bagi yang lain, namun jika tidak ada yang melaksanakannya, seluruh umat berdosa.
Baca juga
Alasan penetapan ini sangat logis. Jika berbagai macam jenis pekerjaan yang menopang kehidupan manusia ditinggalkan, maka penghidupan di muka bumi akan terganggu, bahkan bisa musnah. Bayangkan jika tidak ada yang bertani, produksi pangan akan berhenti. Jika tidak ada yang membuat alat, kehidupan akan kembali ke zaman purba. Jika tidak ada yang berdagang, distribusi barang akan terhenti. Semua aspek kehidupan bergantung pada keberagaman profesi.
Lebih lanjut, jika semua orang hanya menekuni satu jenis pekerjaan saja, ini juga akan menimbulkan malapetaka. Misalnya, jika semua orang menjadi pedagang, siapa yang akan memproduksi barang? Jika semua orang menjadi petani, siapa yang akan membangun rumah atau membuat pakaian? Keadaan seperti ini akan menyebabkan terbengkalainya berbagai sektor penting, dan pada akhirnya akan merusak tatanan kehidupan serta mendatangkan kesulitan bagi semua.
Dalam konteks inilah, sabda Rasulullah SAW, “Perbedaan di kalangan umatku merupakan rahmat,” menjadi sangat relevan. Makna perbedaan di sini dapat diarahkan pada perbedaan minat, bakat, dan pilihan profesi di kalangan umat. Keragaman semangat dalam menekuni berbagai macam pekerjaan, industri, dan keahlian inilah yang justru membawa rahmat dan keberkahan bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian, setiap profesi, jika dijalankan dengan benar dan diniatkan untuk kebaikan bersama, memiliki nilai ibadah dan kontribusi yang sangat besar.
Keutamaan Bekerja dan Menghargai Keterampilan Tangan
Ajaran Islam sangat menekankan pentingnya bekerja keras dan menghargai hasil dari jerih payah sendiri. Hal ini ditegaskan dalam berbagai hadis yang memberikan motivasi dan penghargaan terhadap usaha mencari nafkah. Salah satunya, “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (profesional atau ahli).” Hadis ini menunjukkan bahwa ketekunan dan keahlian dalam bekerja dipandang sebagai sifat yang disukai oleh Allah SWT. Kualitas profesionalisme dalam setiap bidang pekerjaan menjadi nilai tambah yang mulia.
Lebih jauh, hadis “Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang yang berjuang di jalan Allah,” menunjukkan betapa mulianya perjuangan seorang pencari nafkah. Usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga disamakan dengan jihad, sebuah pengorbanan tertinggi di jalan kebenaran. Ini memberikan semangat luar biasa bagi para pekerja untuk terus berjuang demi kesejahteraan orang-orang yang mereka cintai.
Dalam riwayat lain, disebutkan, “Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak.” Hadis yang diriwayatkan secara Mutafaq ‘Alaih ini secara gamblang membandingkan kemuliaan bekerja dengan meminta-minta. Menghasilkan uang dari hasil keringat sendiri, sekecil apapun itu, jauh lebih terhormat daripada bergantung pada belas kasihan orang lain.
Penegasan mengenai kemuliaan hasil keterampilan tangan termaktub dalam hadis lain: “Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil keterampilan tangannya sendiri.” (HR Al-Bukhari). Makanan yang diperoleh dari hasil kerja keras, keahlian, dan usaha sendiri adalah yang paling berkah dan paling mulia. Ini adalah pengakuan tertinggi terhadap nilai kerja mandiri dan profesionalisme.
Kisah Sahabat yang Dicium Rasulullah: Bukti Penghargaan Kerja Keras
Kisah-kisah para sahabat yang tangannya dicium oleh Rasulullah SAW menjadi bukti nyata betapa Islam sangat menghargai kerja keras dan profesi yang mulia. Suatu ketika, Rasulullah SAW bersalaman dengan Sa’ad Bin Mu’adz Al-Anshary. Beliau merasakan telapak tangan Sa’ad yang kasar dan kering. Sa’ad Bin Mu’adz, meskipun tidak sepopuler beberapa sahabat lain yang kaya raya seperti Abdurrahman bin ‘Auf, adalah seorang pekerja keras.
Ketika Rasulullah SAW bertanya mengenai penyebab kasar dan keringnya tangannya, Sa’ad menjawab, “Saya membajak tanah untuk keluarga saya Ya Rasulullah.” Mendengar pengakuan tersebut, sebuah tindakan luar biasa dilakukan oleh Rasulullah. Beliau mencium tangan Sa’ad bin Mu’adz dan bersabda, “Inilah tangan yang tak akan disentuh api neraka!” Ini adalah penghormatan tertinggi atas usaha Sa’ad dalam bekerja untuk keluarganya.
Kisah serupa juga dialami oleh sahabat Mu’adz bin Jabal. Saat bersalaman, Rasulullah merasakan tangan Mu’adz sangat kasar dan tebal. Ketika ditanya, Mu’adz menjelaskan bahwa kekasaran tangannya disebabkan oleh pekerjaannya yang keras dalam mencari nafkah. Sama seperti Sa’ad, tangan Mu’adz bin Jabal pun dicium oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian bersabda, “Kedua tangan ini tidak akan disentuh api neraka!” Penghargaan ini menunjukkan bahwa kerja keras yang dilakukan dengan niat yang benar dan untuk tujuan yang halal adalah amalan yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya, bahkan memberikan jaminan terhindar dari siksa api neraka.