Apakah Perbuatan Allah Bersifat Azali?
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Saya ingin bertanya beberapa hal yaitu :
- Apakah perbuatan Allah bersifat azali ??
- Di manakah sidrotul muntaha, di langit ketujuh ataukah di atas langit ke tujuh ??
- Apa saja ciptaan Allah yang tidak binasa / hancur ketika hari kiamat selain surga dan neraka ??
- Apa perbedaan kam muttashil dengan kam munfashil ??
- Apa itu Qadar dan Qadla menurut Madzhab Asy’ariyah ??
Baca juga
Terimakasih. [Yoppy Ilham].
Jawaban
Wa’alaikumussalam.
1. Menurut Al Maturidiyah perbuatan Allah adalah Qodim, perbuatan Allah Azali dan senantiasa Allah berbuat secara Abadi, sedangkan menurut Al Asy’ariyah adalah hadits / bukan Azaliy.
2. Posisi sidrotul muntaha berada di langit yang ke tujuh. Ada riwayat lain yang mengatakan posisi sidrotul muntaha ada di atas langit ketujuh. Sidrotul muntaha itu pohon besar di atas langit lapis tujuh, muara setiap yang naik dari bumi dan turun padanya setiap yang turun dari Allah Taala berupa wahyu dan lainnya
3. Ada 8 hal yang dikekalkan oleh Alloh :
- ‘Arasy.
- Kursi
- Neraka
- Surga
- Tulang ekor / pinggang
- Ruh
- Lauh Al Mahfuzh
- Qolam.
4. Coba baca Syarah kitab-kitab tauhid di bagian penjelasan sifat wahdaniyat..
“فالوحدانية الواجبة له تعالى Maka wahdaniyyah yang wajib bagi Allah Ta’ala نفت menghapus الكموم الخمسة المستحيلة lima Kam yang mustahil. فالكم المتصل فى الذات Maka Kam Muttasil pada zat تركيبهما من اجزاء bersusunnya (zat Allah Ta’ala itu) dari bahagian-bahagian والكم المنفصل فيها dan Kam Munfasil pada zat ان يكون لها bahawa ada bagi zat Allah ذات تشبهها satu zat yang menyerupainya. والكم المتصل في الصفات Dan Kam Muttasil pada sifat ان يكون له تعالى iaitu bahawa Allah Ta’ala itu mempunyai قدرتان مثلا dua kudrat umpamanya والكم المنفصل فيها dan Kam Munfasil pada sifat ان يكون iaitu bahawa ada لغيره تعالى صفة selain Allah Ta’ala itu mempunyai sifat تشبه صفة menyerupai akan satu sifat من صفاته تعلى dari beberapa sifat Allah Ta’ala. والكم المنفصل فى الافعال Dan Kam Munfasil pada af’al ان يكون iaitu bahawa لغيره تعلى فعل selain Allah Ta’ala itu mempunyai perbuatan”.
“وهذه الكموم الخمسة Dan Kam-kam yang lima ini انتفت telah terhapus بالوحدانية له سبحانه dengan wahdaniyyah (yang wajib) bagi Allahومعنى الكم .سبحانه وتعالى Dan makna daripada Kam العدد (ialah) bilangan”.
Jadi kam adalah adanya “kebisaan untuk dihitung” pada sesuatu, baik itu secara muttashil maupun secara munfashil. dan jika dipercontohkan pada diri kita, maka :
- kam muttashil
atau keberhitungan secara internal ialah adanya bagian pada diri kita yang bisa dihitung, seperti : tangan, kaki, perut, kepala, dsb … - kam munfashil
atau keberhitungan secara external ialah adanya person lain yang diri / sifatnya sama dengan diri dan sifat kita, seperti : sama² punya tangan dan kaki, sama² berani dan ngawur, dan lain sebagainya …
Perincian :
Kam muttashil terbagi menjadi :
- kam muttashil fid-dzat : dzat Allah tersusun dari beberapa bahagian
- kam muttashil fis-shifat : berbilang-bilang sifat –sifat Allah SWT seperti Allah mempunyai dua kudrat
Kam munfashil terbagi menjadi :
- kam munfashil fid-dzat : ada Tuhan kedua atau lebih
- kam munfashil fis-shifat : selain Allah, ada sesuatu menyerupai sifat-sifat Allah Taala
- kam munfashil fil-af’al : selain Allah Taala, ada sesuatu mempunyai kekuatan mengadakan sesuatu (Syarhu Tijani Ad Darari Ala Risalah Al Bajuri Fil Tauhid hal. 11)
👉 Jadi total ada 5 kam
Contoh Penerapan :
Ketika dalam pembahasan ilmu tauhid disebutkan “Allah Maha Esa” maka maksudnya ialah :
- dzat Allah tidak terdiri dari juz / bagian², karena keesaan Allah suci dari kam muttashil_fiddzat
- semua sifat² Allah masing² adanya cuma satu, tidak ada yang rangkap ataupun double, semisal : sifat qudroh ada dua, sifat kalam ada tiga, dsb. Allah maha suci dari kam muttashil_fisshifat
- tidak ada satupun makhluk yang dzatnya sama dengan dzat Allah. karena keesaan Allah suci dari kam munfashil_fiddzat
- tidak ada satupun makhluk yang sifatnya sama dengan sifat² Allah. karena keesaan Allah suci dari kam munfashil_fisshifat
- tidak ada satupun perbuatan makhluk yang sama dengan perbuatan Allah. Allah maha suci dari kam munfashil fil-af’al
5. Di samping memiliki pengertian berbeda, kata “qadha” dan “qadar” juga dipahami secara berbeda oleh para ulama tauhid atau mutakallimin. Dengan kata lain, kelompok Asyariyyah, kelompok Maturidiyyah, dan sejumlah kelompok ulama lainnya berbeda pendapat perihal pengertian kata “qadha” dan “qadar”.
Artinya, “Ulama tauhid atau mutakallimin berbeda pendapat perihal makna qadha dan qadar. Qadha menurut ulama Asy’ariyyah adalah kehendak Allah atas sesuatu pada azali untuk sebuah ‘realitas’ pada saat sesuatu di luar azali kelak. Sementara qadar menurut mereka adalah penciptaan (realisasi) Allah atas sesuatu pada kadar tertentu sesuai dengan kehendak-Nya pada azali,”
(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 12).
Syekh M Nawawi Banten memberikan contoh konkret qadha dan qadar menurut kelompok Asyariyyah. Qadha adalah putusan Allah pada azali bahwa kelak kita akan menjadi apa. Sementara qadar adalah realisasi Allah atas qadha terhadap diri kita sesuai kehendak-Nya.
Artinya, “Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada azali adalah qadar,”
(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 12).
Sedangkan bagi kelompok Maturidiyyah, qadha dipahami sebagai penciptaan Allah atas sesuatu disertai penyempurnaan sesuai ilmu-Nya. Dengan kata lain, qadha adalah batasan yang Allah buat pada azali atas setiap makhluk dengan batasan yang ada pada semua makhluk itu seperti baik, buruk, memberi manfaat, menyebabkan mudarat, dan seterusnya. Singkat kata, qadha adalah ilmu azali Allah atas sifat-sifat makhluk-Nya.
Ada lagi ulama yang berpendapat bahwa qadha adalah ilmu azali Allah dalam kaitannya dengan materi yang diketahui oleh-Nya. Sementara qadar adalah penciptaan Allah atas sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya. Jadi, ilmu Allah pada azali bahwa si A kelak akan menjadi ulama atau ilmuwan adalah qadha. Sedangkan penciptaan ilmu pada diri si A setelah ia diciptakan adalah qadar,
(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 12).
Artinya, “Pandangan ulama Asy’ariyyah cukup masyhur. Atas setiap pandangan itu, yang jelas qadha itu qadim (dulu tanpa awal). Sementara qadar itu hadits (baru). Pandangan ini berbeda dengan pandangan ulama Maturidiyyah. Ada ulama berkata bahwa qadha dan qadar adalah pengertian dari kehendak-Nya,”
(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 12).
Kesimpulan
Artikel ini membahas beberapa pertanyaan seputar akidah Islam. Dijelaskan mengenai sifat azali perbuatan Allah, posisi Sidratul Muntaha, ciptaan Allah yang kekal, perbedaan kam muttashil dan munfashil, serta perbedaan qadha dan qadar menurut berbagai mazhab.