Kajian Kitab Ahwalul Qubur Karya Al Hafidz Ibnu Rajab (Bagian 11)

Kajian Kitab Ahwalul Qubur Karya Al Hafidz Ibnu Rajab (Bagian 11)

27 September 2025
Rayyan

Lanjutan Bab Pertama (8)

Ibnu Abid Dunya menerbitkan dalam kitab Al-Qubur dari haditsnya Martsad bin Hausyab, ia berkata: “Dulu kami pernah duduk bersama Yusuf bin Amr, di sampingnya ada seorang lelaki dengan raut muka yang pucat pasi.

Yusuf berkata kepadanya: ‘Ceritakan tentang Martsad seperti yang kau lihat.’ Ia berkata: ‘Dulu aku adalah seorang pemuda yang mendatangi tempat buruk ini. Ketika terjadi wabah Tha’un, aku keluar menuju pelabuhan ini. Aku langsung menggali kubur, tak terasa tiba-tiba petang pun datang antara maghrib dan isya’, dan aku pun telah selesai menggali kuburan.

Aku bertelekan pada tanah kuburan yang lain, tiba-tiba ada jenazah seseorang yang dikubur di tempat yang telah ku sediakan tadi dan kami ratakan dengan tanah. Kemudian datanglah dua ekor burung putih dari arah barat seperti dua ekor unta hingga yang satu hinggap di arah kepala jenazah dan satu lagi di arah kaki jenazah, lalu kedua burung itu mulai menggaruk-garuk tanah, yang satu bertengger di dalam kubur dan satu lagi di tepi kubur.

Kisah Lelaki dan Burung di Tepi Kubur

Lelaki itu melanjutkan ceritanya: ‘Lalu ku mendatanginya dan aku duduk di tepi kubur, saat itu aku tidak mengisi perutku dengan sesuatu sama sekali. Burung itu memukulkan sayapnya pada pinggang jenazah kemudian ku mendengar dia berkata: “Bukankah engkau adalah orang yang telah mengunjungi kerabatmu dengan memakai dua pakaian kebesaran orang mesir, engkau berjalan dengan kesombongan?” Lelaki itu berkata: “Aku lemah (ketakutan) mendengar ucapan burung itu.” Kemudian burung itu memukul dengan sekali pukulan hingga kuburan penuh dengan genangan air atau minyak.

Lelaki itu melanjutkan ceritanya: ‘Burung itu mengulangi lagi pertanyaannya seperti yang pertama kemudian memukulnya 3 kali pukulan, setiap pukulan burung itu berkata seperti itu. Dan disebutkan bahwa kuburan tergenang air atau minyak. Kemudian si burung mengangkat kepalanya dan melihat kepadaku, ia berkata: “Lihatlah, dimanapun si mayit duduk maka Allah membuatnya bingung.” Kemudian burung itu memukul di samping mukaku hingga aku jatuh pingsan. Aku pun bermalam di tempat itu sampai pagi. Lalu setelah sadar kulihat kuburannya sudah kembali seperti semula dan aku ingat tempat dudukku semula.” Yusuf menyebutkan cerita seperti ini atau semisalnya, demikian pula halnya tentang persaksian diperluasnya liang lahad.

Kisah Pemuda dan Doa untuk Ibu

Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dalam kitab Al-Mukhtadlirin dengan sanadnya dari Abi Gholib kawannya Abi Umamah bahwa seorang pemuda di daerah Syam akan meninggal dunia. Ia berkata kepada pamannya: “Bagaimana pendapatmu jika Allah menyerahkanku kepada ibuku, apa yang akan ibuku lakukan kepadaku?”

Pamannya berkata: “Jika demikian, demi Allah, ibumu akan memasukkanmu ke surga.” Pemuda itu berkata: “Demi Allah, Allah lebih mengasihiku daripada ibuku.” Akhirnya pemuda itu meninggal dunia, Abdul Malik bin Marwan bersedih karenanya, ia berkata: “Aku masuk ke kuburan bersama pamannya si pemuda, mereka menggali kuburnya tapi belum sempat membuat liang lahadnya.” Abdul Malik melanjutkan: “Kami berkata: ‘buat liang lahadnya dengan batu bata’ lalu kami meratakan tanah di atasnya, tiba-tiba ada batu bata yang jatuh, sang paman langsung melompat lalu mundur. Aku bertanya: “Kamu kenapa?” Paman menjawab: “Kuburannya dipenuhi cahaya dan menjadi luas sejauh mata memandang.” Dan dengan sanadnya dari Muhammad bin Aban dari Hamid berkata: “Aku mempunyai keponakan”, dia menuturkan hal yang serupa dengan hikayat ini hanya saja ia berkata: “aku melihat liang lahadnya, tiba-tiba sangat luas sejauh mata memandang. Aku bertanya kepada kawanku: ‘apa engkau melihat apa yang kulihat?’ Ia menjawab: “benar, juga yang membuatmu pucat.” Lalu aku mengira bahwa itu adalah kalimat yang dikatakannya.

Kisah Syeikh Bani Al Hadromi dan Keponakannya

Ibnu Abdi Dunya meriwayatkan dalam kitab Dzikrul Maut dengan sanadnya dari Abu Bakar bin Abi Maryam dari guru-gurunya ia berkata: “Ada seorang Syeikh dari bani Al Hadromi di Basroh, beliau Syeikh yang shaleh dan mempunyai keponakan yang bersahabat dengan pemuda fasik. Dulu biasanya Syeikh menasehatinya. Lalu Pemuda itu meninggal dunia, ketika pamannya memasukkannya ke dalam kuburan dan meratakannya dengan bata, beliau merasa ragu. Lalu ia cabut beberapa batu bata dan melihatnya, ternyata kuburannya lebih luas daripada pekuburan Bashroh dan dia berada di tengah-tengahnya. Lalu ku kembalikan batu batanya dan kutanyakan kepada istrinya, apa amalannya ketika masih hidup? Istrinya menjawab: “Dulu ketika ia mendengar muadzin mengucapkan ‘ Asyhadu an laa ilaaha illalloh wa asyahadu anna Muhammadan rasululloh ‘ shollallohu alaihi wasallam, ia menjawab: “Aku juga bersaksi dengannya dan aku mencukupkannya pada orang yang pantas memilikinya”

Kisah Abdurrahman bin Ahmad Al Ju’fi

Abul Hasan Al Barro’ berkata: “Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Ahmad Al ju’fi telah menceritakan kepadaku Ali bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Yazid bin Nuh An Nukho’i kerabatnya Syuraik bin Abdulloh berkata: “Aku pernah sholat jenazah di Kufah, kemudian aku masuk ke dalam kuburannya hingga aku memperbaiki batu batanya. Ketika aku sedang memperbaikinya tiba-tiba ada batu bata yang jatuh ke dalam kuburan dan tiba-tiba diperlihatkan kepadaku ka’bah dan thowaf di dalam kuburnya, maka cepat-cepat ku ratakan dengan batu bata di atasnya dan aku pun naik.” Wallahu a’lam. [Ust. Nur Hamzah].

Kesimpulan

Kajian ini menyajikan berbagai kisah tentang keadaan di alam kubur, mulai dari dialog dengan penghuni kubur hingga pengalaman orang yang melihat keajaiban di dalamnya. Kisah-kisah ini memberikan gambaran tentang pentingnya amal saleh dan keimanan yang kuat sebagai bekal menghadapi kehidupan setelah kematian.

Bagikan Artikel

Artikel Terkait