Dalam banyak kitab-kitab fiqh mazhab Syafi’i, dikenal nama Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi. Beliau bernama lengkap Ibrahim bin Ali bin Yusuf bin Abdullah. Julukan “Syekh” atas dirinya berasal dari sebuah kejadian yang sangat menakjubkan.
Alkisah, pada suatu malam Abu Ishaq asy-Syairazi bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq dan Sahabat Umar bin Khattab. Kemudian, Abu Ishaq asy-Syairazi meminta kepada Rasulullah:
“Duhai Rasulullah, aku telah mendapatkan banyak riwayat Hadits yang bersumber darimu, aku mengambilnya dari banyak ulama, kini aku ingin mendengar langsung sabda darimu yang membuatku bahagia di dunia dan menjadi bekalku di akhirat kelak.”
Maka, Rasulullah pun berwasiat kepada Abu Ishaq. Dalam wasiatnya, Rasulullah memanggil Abu Ishaq dengan julukan “Syekh”. Berbunga-bungalah hati Abu Ishaq atas hal tersebut. Semenjak itu, Abu Ishaq selalu bercerita kepada murid-muridnya “Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memanggilku dengan julukan ‘Syekh’.”
Abu Ishaq lahir di kota Fairuzabad, sebuah desa di negara Iran pada tahun 393 H. Abu Ishaq mulai mengembara mencari ilmu ke kota Syiraz, sebuah kota di negara Iran pada tahun 410 H. saat itu ia berumur 17 tahun. Dalam pengembaraan ini, Abu Ishaq belajar kepada Muhammad bin Abdullah al-Baidhawi (w. 424 H) dan Abdul Wahab bin Muhammad bin Ramain (w. 430 H).
Kemudian, Abu Ishaq menetap di kota Bashrah untuk menimba ilmu dari al-Kharzi. Disusul dengan mengembara ke kota Baghdad pada tahun 415 H. Di kota ini Abu Ishaq berguru selama 15 tahun (sejak 415 H hingga 430 H) kepada Abu Thayyib at-Thabari (w. 450 H), Hasan bin Ahmad bin Syadzan (w. 425), Ahmad bin Muhammad al-Birqani (w. 425 H), dan beberapa ulama besar kota Baghdad. Para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa Imam Abu Ishaq adalah ulama Syafiiyyah terbesar di abad ke-5 Hijriah.
Pujian Ulama kepada Abu Ishaq asy-Syairazi
Perihal kezuhudannya, Abu Abbas al-Jurjani menceritakan, “Abu Ishaq tidak memiliki harta sedikit pun bahkan ia termasuk sangat fakir yang tak memiliki makanan dan pakaian. Suatu ketika kami bertandang ke rumahnya, Abu Ishaq pun setengah berdiri untuk menyambut kedatangan kami. Hal ini ia lakukan karena ia tak memiliki pakaian yang cukup untuk menutupi tubuhnya. Seandainya ia berdiri tegak niscaya sebagian auratnya akan terlihat.”
Abu Wafa bin Uqail al-Hanbali menceritakan, “Aku bersaksi bahwa Abu Ishaq tak pernah memberikan sedekah sedikit pun kepada fakir miskin kecuali ia telah meniatkan bersedekah. Abu Ishaq tak pernah berpendapat dalam sebuah permasalahan kecuali ia telah membaca ta’awwudz serta meluruskan niat untuk menolong kebenaran, dan ia tak pernah menulis kitab kecuali ia telah melakukan shalat empat rakaat, maka sebab keberkahan keikhlasan itulah kitab karyanya masyhur di barat dan timur.”
Muhammad bin Umar al Qadhi menceritakan, “Ada dua ulama besar yang tak memiliki kesempatan untuk berhaji ke Baitullah sebab kefakirannya, yaitu Abu Ishaq asy-Syairazi dan al-Qadhi Abu Abdullah ad-Damaghani. Seandainya keduanya menginginkannya niscaya murid-muridnya akan menggendong keduanya di atas leher-leher mereka hingga kota Makkah.”
Diceritakan an-Nawawi dalam kitab Tahdzib Asma’ wa Lughat, Abu Ishaq asy-Syairazi wafat dalam keadaan tidak meninggalkan harta sedikit pun. Suatu ketika muridnya bermimpi bertemu dengan Abu Ishaq dalam keadaan memakai pakaian berwarna putih. Sang murid bertanya, “Apa pakaian putih itu?” Maka Abu Ishaq menjawab, “Ini adalah kemuliaan ilmu”.
Abu Hasan al-Mawardi mengatakan, “Aku tak pernah melihat ulama seperti Abu Ishaq asy-Syairazi. Seandainya Imam Syafi’i bertemu dengannya niscaya ia akan memuji Abu Ishaq.”
Suatu ketika Abu Ishaq asy-Syairazi memberikan nasihat, “Seorang yang berilmu pasti akan diikuti fatwanya oleh orang awam. Seandainya orang berilmu tersebut tidak mengamalkan ilmunya niscaya orang awam tak akan mengindahkan perkataannya.”
Dalam kesempatan yang lain, Abu Ishaq asy-Syairazi berwasiat, “Orang awam dilihat dari segi nasabnya, orang kaya dilihat dari segi kekayaannya, sedangkan orang berilmu dilihat dari segi keilmuannya.”
Imam Abu Ishaq asy-Syairazi memang hanya memiliki karya yang sangat sedikit. Tercatat hanya 14 kitab yang tercatat sejarah ditulis oleh Imam Abu Ishaq asy-Syairazi, yaitu ;
Di antara murid-muridnya yang paling terkenal adalah Fakhr al-Islam Abu Bakar Muhammad bin Ahmad asy-Syasyi (w. 507 H), Hasan bin Ibrahim bin Ali al Faruqi (w. 528 H), Husain bin Ali ath-Thabari (w. 495 H), Ahmad bin Abdul Wahab as-Syirazi (w. 493), Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Mahamil (w. 493 H), Abdul Wahid bin Ahmad as-Sakri (w. 486 H), Abu Bakar Muhammad bin Husain al-Armawi (w. 537 H), Abu Said an-Naisaburi (w. 532 H), Qasim bin Ali al-Hariri (w. 516 H), dan Idris bin Hamzah ar-Ramli (wafat hari Jumat, 18 Ramadhan tahun 504 H).
Imam Abu Ishaq asy-Syairazi wafat pada malam Ahad, sedangkan menurut Ibnu Subki pada malam Rabu bertepatan pada tanggal 21 bulan Jumadil Akhir tahun 476 H di kota Baghdad. Di antara yang ikut memandikan jenazah Abu Ishaq asy-Syairazi adalah Abu Wafa bin Uqail al-Hanbali.
Penjelasan tentang biografi Abu Ishaq asy-Syairazi ini bisa dibaca salah satunya dalam kitab al–Ushul wal Ushuliyyun karya Dr. Muhammad Ibrahim al-Hafnawi, Dekan Jurusan Ushul Fiqh Universitas al-Azhar Kairo, Mesir.
Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir; penerima beasiswa NU pada tahun 2018.